Cari Blog Ini

Minggu, 23 Mei 2010

Pertemuan ke-10

SEMIOTIK

Kurnia Setiawan S.Sn, M.Hum, C.Ht

Semiotik berasal dari kata Yunani seme; semeiotikos; penafsir tanda yang berarti ‘tanda’‘sign’ dalam bahasa Inggris, adalah ilmu yang mempelajari sistem tanda seperti: bahasa, kode, sinyal, dan sebagainya.
Perintis awal semiotika adalah Plato yang memeriksa asal muasal bahasa. Aristoteles mencermati kata benda dalam bukunya Poetics dan On Interpretation. Pemikiran Plato pun banyak dipengaruhi oleh Socrates. Sumbangsih Plato yang terpenting adalah ilmunya mengenai ide.
Ada perbedaan mendasar antara tanda alami (natural) dan tanda yang disepakati (konvensional).

Contoh tanda alami atau natural seperti gempa bumi, tsunami. (gejala alam)
Contoh tanda yang disepakati (konvensional) seperti mengangguk artinya iya).
Selain plato terdapat juga beberapa ilmuwan yang memiliki persepsi tersendiri tentang kajian ilmu mengenai semiotik atau tanda. Antara lain :
  1. St. Agustinus (354 – 430) mengembangkan teori tentang signa data (tanda konvensional). Persoalan tanda menjadi obyek pemikiran filosofis. Studi dibatasi mengenai hubungan kata fisik berhubungan dengan kata mental.
  2. William of Ockham, OFM (1285 – 1349) mempertajam studi tanda. Tanda dikategorikan berdasarkan sifatnya. Apakah ia di alam mental, dan bersifat pribadi, ataukah diucapkan atau ditulis untuk public.
  3. John Locke (1632 – 1740), melihat eksplorasi tentang tanda akan mengarah pada terbentuknya baiss logika baru. Hal ini tertuang dalam karyanya “An Essay Concerning Human Understanding (1690)”
Konsep semiologi diperkenalkan oleh Ferdinand de Saussure (1857 – 1913), berasal dari Swiss yang mengajar sansekaerta dan liguistik sejarah.
Pendekatan Saussure tentang bahasa berbeda dari pendekatan filolog abad 19, dia mengkaji liuistik secara sinkronik, bukan diakronik.
Catatan diterbitkan dalam buku oleh muridnya ”Cours de Liguistique Generale”. Saussure mendefinsikan tanda liguistik sebagai entitas dua sisi (dyad). Sisi pertama disebut penanda (signifier); Sisi kedua adalah petanda (signified).
• Tanda adalah kesatuan dari suatu bentuk penanda (signifier) dengan sebuah ide atau petanda (signified).
• Penanda adalah “bunyi yang bermakna” atau “coretan yang bermakna”. Penanda adalah aspek material dari bahasa yaitu apa yang dikatakan atau didengar dan apa yang ditulis atau dibaca.
• Petanda adalah gambaran mental, pikiran, atau konsep. Jadi, petanda adalah aspek mental dari bahasa.
• Tanda liguistik (antara penanda dan petanda) bersifat arbitrer o Konsep tantang anjing tidak harus dibangkitkan oleh penanda dalam bentuk bunyi a/n/j/i/n/g; karena bagi orang Inggris pengertian anjing diperoleh melalui kata “dog” atau ”anjing”.
Arbitrer yaitu antara pertanda dan menanda, mana yang lebih suka atau suka-suka. Jadi bahasa itu suka-suka, karena tiap suku itu punya kesepakatan masing-masing dalam bahasanya.
• Terhubungnya sebuah penanda dan petanda hanya dapat dimungkinkan oleh bekerjanya sistem relasi atas kesepakatan (konvensi).
• Tanda dapat bekerja karena ada difference, artinya dia dapat dibedakan dengan tanda – tanda lainnya.
• Fenomena bahasa dibentuk oleh dua faktor; parole – ekspresi kebahasaan dan langue – sistem pembedaan di antara tanda – tanda. Parole itu seperti pembicaraan yang kita lakukan.
Struktur konsepsi dasar tentang langue berkaitan dengan kombinasi dan substitusi elemen – elemen bahasa (hubungan paradigmatik-sintagmatik). Contohnya saja Schubert mainkan komposisi musik
Charles Sanders Peirce (1839 – 1914)
Seorang filsuf berkebangsaan Amerika, mengembangkan filsafat pragmatisme melalui kajian semiotik. Ia mengembangkan Teori tanda yang dibentuk oleh tiga sisi;
1. Representamen (tanda)
2. Objek (sesuatu yang dirujuk oleh tanda)
3. Interpretant (efek yang ditimbulkan;hasil), ada 3 yaitu,
Ø immediate interpretant (makna pertama),
Ø dynamic interpretant (makna dinamis),
Ø final interpretant (makna akhir)
Charles Sanders lebih mengutamakan filsafat dan logika atau ilmu logika dan filosofi.
Peirce memperkenalkan sifat dinamisme internal dalam tanda. Interpretant yang tersamar memungkinkan ia menjelma menjadi tanda baru (rantai semiosis).
Peirce membedakan tiga konsep dasar semiotik, yaitu:
- Sintaksis mempelajari hubungan antartanda. Hubungan ini tidak terbatas pada sistem yang sama. Contoh: teks dan gambar dalam wacana iklan merupakan dua sistem tanda yang berlainan, akan tetapi keduanya saling bekerja sama dalam membentuk keutuhan wacana iklan.
- Semantik mempelajari hubungan antara tanda, objek, dan interpretannya. Ketiganya membentuk hubungan dalam melakukan proses semiotis. Konsep semiotik ini akan digunakan untuk melihat hubungan tanda-tanda dalam iklan (dalam hal ini tanda non-bahasa) yang mendukung keutuhan wacana.
- Pragmatik mempelajari hubungan antara tanda, pemakai tanda, dan pemakaian tanda.
Roland Barthes (1915 - 1980)
Berpandangan bahwa sebuah sistem tanda yang mencerminkan asumsi-asumsi dari suatu masyarakat tertentu dalam waktu tertentu. Tulisan – tulisan pada majalah Prancis “Les Letters Nouvelles”, membahas ‘mitologi’ bulan ini. Menunjukan bagaimana aspek denotatif tanda – tanda dalam budaya pop yang menyingkap konotatif (mitos – mitos) yang dibangkitkan oleh sistem tanda yang lebih luas yang membentuk masyarakat.
Semiologi Barthes, pada dasarnya hendak mempelajari bagaimana kemanusiaan (humanity) memaknai hal-hal (things). Salah satu wilayah penting yang dirambah Barthes dalam studinya tentang tanda adalah peran pembaca (the reader). “Mitos – mitos yang menyelimuti hidup kita bekerja sedemikian halus, justru karena mereka terkesan benar – benar alami. Dibutuhkan sebuah analisis mendalam, seperti yang dilakukan oleh semiotika.”
Barthes mengulas apa yang sering disebutnya sebagai sistem pemaknaan tataran ke-dua, yang dibangun di atas sistem lain yang telah ada sebelumnya. Sistem kedua ini oleh Barthes disebut dengan konotatif, berbeda dari denotative atau sistem pemaknaan tataran pertama. Denotasi lebih diasosiasikan dengan ketertutupan makna. Konotasi identik dengan operasi ideologi, yang disebutnya sebagai ‘mitos’ dan berfungsi untuk mengungkapkan dan memberikan pembenaran bagi nilai-nilai dominan yang berlaku dalam suatu periode tertentu.
OPINI
Semiotik itu menarik untuk dipelajari. Dan sangat berguna sekali di dunia iklan dan kehidupan sehari-hari kita. Semiotik juga dipakai untuk merepresentasi sesuatu yang senantiasa rentan terhadap manipulasi dan rekayasa. Contohnya yang ada dijelaskan oleh Bapak Kurnia, seseorang yang membuat gambar yang hampir menyerupai monalisa dengan beberapa gambar yang bagi saya itu tidak senonoh, tidak sesuai sekali dengan karakter monalisa sesungguhnya.
Kita sebagai manusia cenderung menggunakan tanda-tanda untuk mengungkapkan segala sesuatu. Tanda itu dapat dibuat-buat atau tidak natural. Seperti contohnya : pura-pura bosan dengan memperlihatkan gesture tubuhnya. Selain itu ada juga tanda yang tidak natural seperti yang dikatakan oleh Bapaknya, ada orang yang ingin pura-pura sakit, dia meletakkan bawang putih diketiaknya, agar panas dan berkeringat, agar dilihat seperti orang sakit, padahal itu hanyalah trik atau tipuan saja. Tapi tanda ada juga yang natural, seperti mendung pertanda akan hujan, binatang bisa mengetahui jika akan ada gempa bumi atau tsunami.
Jadi melalui semiotik, kita bisa terhindar dari persepsi-persepsi mengenai tanda-tanda yang salah. Jadi akhir kata dari saya, simaklah baik-baik tanda yang sengaja atau tidak sengaja dibuat oleh orang lain yang berinteraksi dengan kita, agar kita tidak mudah dibohongi dan ditipu oleh orang lain. Dengan semiotik Anda bisa melihat makna yang sebenarnya yang terletak di balik tanda atau sign. Itulah manfaat belajar semiotik bagi kehidupan sehari-hari kita.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar